Rumah adat honai, papua


keunikan rumah adat honai asal papua

Keunikan rumah adat Honai asal Papua yang paling mencolok adalah bentuk rumahnya yang menyerupai jamur. Materialnya pun terbuat dari kayu dan beratap jerami.
Meskipun tampak kecil dan sederhana, Honai mampu menampung banyak anggota keluarga. Tidak seperti rumah pada umumnya yang terdiri dari ruang tamu, kamar tidur, dan dapur, Honai berukuran kecil dan tidak memiliki pembagian ruangan. Hanya ada satu perapian di bagian tengah ruangan, yang digunakan sebagai tempat berkumpul dan untuk menghangatkan diri. Honai dibagi menjadi dua tingkat, dengan tangga kayu sebagai penghubungnya. Lantai pertama digunakan sebagai tempat berkumpul dan menjamu tamu, sedangkan lantai atas digunakan untuk tidur. Honai hanya memiliki satu pintu masuk berukuran kecil, di dalamnya pun tidak bisa berdiri tegak, karena ada atap dari kayu yang jaraknya hanya 1 meter dari lantai. Honai juga tidak memiliki jendela, yang tujuannya untuk menghalau dingin dan serangan binatang buas.
Honai bukan hanya berfungsi sebagai tempat tinggal, tapi juga memiliki fungsi lain. Honai lelaki biasanya dijadikan tempat berkumpul para warga untuk berdiskusi. Honai juga digunakan sebagai kandang babi, tempat menyimpan umbi-umbian hasil panen, serta pengasapan mumi. Bahkan, Honai yang digunakan untuk pengasapan mumi bisa ditemukan di Desa Kerulu dan Desa Aikima, tempat dua mumi paling terkenal di Lembah Baliem.
Honai laki-laki dan perempuan terpisah. Meskipun pasangan suami istri, keduanya tidak tidur dalam satu Honai yang sama. Artinya, suami dan anak laki-laki tidur di Honai laki-laki, sedangkan istri dan anak perempuan tidur di Honai perempuan.
Sebenarnya, Honai adalah sebutan untuk rumah adat yang ditempati oleh laki-laki. Sementara, rumah untuk perempuan disebut dengan Ebe’ai. Tapi, lama kelamaan istilah Honai lah yang menjadi lebih dikenal sebagai rumah adat dari Papua. Honai dan Ebe'ai sama-sama mampu menampung lima hingga sepuluh orang.
Perempuan suku Dani dilarang memasuki Honai, meskipun perempuan tersebut merupakan istri dari salah satu laki-laki penghuni Honai. Bila mereka ingin melakukan hubungan suami-istri maka hanya diperbolehkan melakukannya di Ebe’ai saat tak ada siapapun di dalamnya. 
 
Filosofi rumah adat honai

Filosofi Honai
1. Nilai menjaga kesatuan dan persatuan
Honai memiliki filosofi atau nilai menjaga kesatuan dan persatuan sesama suku, serta mempertahankan budaya yang telah diwariskan oleh para leluhur untuk selamanya. Waktu pembangunan Honai pun ditentukan secara spesifik dan harus diikuti, agar pembangunannya tidak terhambat oleh cuaca ataupun ancaman bencana alam.
2. Sehati, satu pikiran, dan satu tujuan
Dengan tinggal bersama di dalam satu Honai, semua orang akan sehati, satu pikiran, dan satu tujuan dalam menyelesaikan suatu pekerjaan. Honai dan Ebe'ai juga merupakan sarana pendidikan. Di dalam Honai, anak laki-laki dilatih agar menjadi orang yang kuat. Sedangkan di Ebe'ai, perempuan dewasa akan melakukan proses pendidikan bagi remaja perempuan.
3. Simbol kepribadian dan harga diri
Honai merupakan simbol kepribadian dan harga diri penduduk suku Dani di Papua yang harus dijaga oleh keturunan atau anak cucu mereka di kemudian hari. Di tengah modernitas, arsitektur tradisional Honai tetap dipertahankan. Material yang digunakan pun berasal dari bahan alami yang dapat diperbaharui, mulai dari rangka kayu, dinding anyaman, hingga atap jerami merupakan bahan yang ramah lingkungan. (DNR) 
 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perkenalan